BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
masalah
Dalam sejarahnya, pendidikan Islam telah
mengalami pasang surut. Dari zaman Rasulullah saw. hingga tiga rezim sesudahnya
(kekhalifahan Rasyidin, Daulah Umaiyyah, dan Abbasiyah) masing-masing dengan
karakteristik perkembangannya yang beragam sesuai dinamika yang berkembang pada
masa itu.Masa keemasan Islam atau sering disebut peradaban Islam dalam bidang
pendidikan ditancapkan pada masa Daulah Abbasiyah. Sebuah rezim yang dalam
sejarah Islam dinisbahkan dari mana silsilah keluarga Nabi Muhammad saw.,
al-Abbas (paman Nabi). Kemajuan yang pesat diperoleh dinasti Abbasiyah dalam
berbagai bidang kehidupan pada masa itu –untuk sekedar membandingkan dengan
peradaban Islam kini– secara jujur diakui, belum tertandingi. Bahkan pada masa
itu, hampir tak ditemukan adanya sekularisasi ilmu atau pendikotomian ilmu
Islam dengan ilmu umum, sebagaimana yang berlangsung hari ini di dunia Islam
secara umum dan di Indonesia pada khususnya. Bahkan pada masa itu, tidak
dikenal peristilahan ilmu agama dan ilmu umum, yang ada adalah terintegrasinya
sifat-sifat ilmu sebagai sebuah ilmu yang berdiri sendiri dengan objek yang
masing-masing berbeda.
Daulah Abbasiyah dengan segenap kelebihan dan
kekurangannya khususnya yang berkaitan dengan perkembangan-perkembangan
ilmiayah ilmu pengetahuan, dan dinamika serta karakteristik politik yang
berlangsung kurun waktu lima abad perlu menjadi kajian utama dalam
membincangkan proses perkembangan pendidikan dahulu hingga saat ini.
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan ini
ialah untuk memenuhi tugas yang dipercayakanoleh dosen pembimbing kepada kami,
selanjudnya tujuanya pembahasan ini juga agar kita mengetahui tentang
pendidikan pada masa bani Abbasiyah serta berupa kebijakan yang telah dilakukannya
pada waktu memimpin.
C. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dalam tiga
bab, Bab pertama berisi pendahuluan, kemudian Bab kedua berisi pembahasan yang
dibahasa yakni Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah dan selanjudnya pada
Bab ke tiga berisi kesimpulan sekaligus penutup dari pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pendidikan Islam Pada Masa Abbasiya
Perkembangan ilmu pengetahuan yang
berlangsung pada zaman Abbasiyah hampir belum ditemukan kesamaannya dalam
perkembangan peradaban dunia Islam sesudahnya. Peradaban yang ditemukan dan
dihasilkan dalam kurun zaman itu belum maksimal menjadi rujukan berharga bagi
peradaban umat Islam saat ini. Malah Islam sebagai ajaran pengetahuan tidak
teraplikasi kecuali hanya pada aspek normatifnya belaka yang berupa ibadah.
Spirit kekaryaan belum sepenuhnya membumi sebagaimana seharusnya. Akhirnya
tampak beberapa ajaran yang menghendaki kedinamisan dan kekreatifitasan dalam
mengelola alam tidak terbukti kecuali hanya ucapan –ucapan lisan yang tak
berbekas.[1]
Pemerintahan Daulah Abbasiyah
merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah Bani Umayah yang telah runtuh di
Damaskus, dinamakan kekhalifahan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa
daulah ini adalah keturuna Abbas paman Nabi Muhammad saw. Dinasti ini berkusa selama
lebih kurang lima setengah abad, muli dari tahun 132-656 H/ 750-1258 M.dengan
pusat pemerintahan dikota Bagdad.
Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah
merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang, kususnya bidan ilmu
pengetahuan. Pada zaman ini umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis
tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan baik pengetahuan Aqli (
rasional ) maupun pengtahuan yang Naqli mengalami kemajuan dengan sangat pesat.sehingga pada zaman itu merupakan zaman
kebangkitan dan keemasan umat islam yang sangat gemilang.[2]
Sebagaimana di uraikan di atas
puncak perkembangan pemikiran dan pengetahuan Islam terjadi pada masa
pemerintahan Bani Abbasiyah,tidak berarti seluruhnya berawal dari kemauan dan
kreativitas para penguasa pada saat itu, yakni penguasa pada bani Abbasiyah itu
sendiri.
Pada zaman pemerintahan daulah
daulah Abbasiyah, pendidikan islam sudah menjadi perhatian yang tinggi bagi
pemimpin yakni dengan adanya lembaga pendidikan yang sudah mulai berkembang dan proses pengalihan
ilmu pengatahuan yang juga mulai berkembang.
lembaga pendidikan sudah mulai berkembang
ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
1. Maktab atau Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan dan tempat para remaja belajar dasar –dasar ilmu seperti tafsir, hadis, fiqhi dan bahasa.
2. Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, meramu untuk memuntut ilmu kepada Seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu ibadah atau agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa, pendidikan berlangsung di istana atau dirumah penguasa terasebut dengan memanggil ulama ahli kesana.
Lembaga-lembaga ini kemudian
berkembang pada masa pemerintahan bani Abbas, dengan bedirinya perpustakaan dan
akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena
disamping terdapat kitab-kitab, disana orang juga dapat membaca menulis dan
berdiskusi.
.
Lembaga pendidikan islam yang untuk pengajaran dan pendidikan adalah didirikannya Bait Al-Hikmah ( Rumah Kebajikan ) yang didirikan oleh Al-Ma’mun pada tahun 830 M di kota Bagdad yang merupakan sebagai ibu kota Negara. Dengan adanya lembaga ini memberikan efek positif yakni tempat itu dijadikan sebagi pusat pembelajaran, dan penerjemahan buku karangan bangsa-bangsa terdahulu seperti buku-buku karya bangsa-bangsa Yunani, Romawi, dan Persia serta berbagi naskah yang ada di kawasan timur tengah dan Afrika, seperti Mesopotamia dan Mesir.[3]
Lembaga pendidikan islam yang untuk pengajaran dan pendidikan adalah didirikannya Bait Al-Hikmah ( Rumah Kebajikan ) yang didirikan oleh Al-Ma’mun pada tahun 830 M di kota Bagdad yang merupakan sebagai ibu kota Negara. Dengan adanya lembaga ini memberikan efek positif yakni tempat itu dijadikan sebagi pusat pembelajaran, dan penerjemahan buku karangan bangsa-bangsa terdahulu seperti buku-buku karya bangsa-bangsa Yunani, Romawi, dan Persia serta berbagi naskah yang ada di kawasan timur tengah dan Afrika, seperti Mesopotamia dan Mesir.[3]
B. Guru Pada Masa Bani Abbasiyah
Dalam pendidikan islam, khususnya pendidikan pada
masa kahalifah Abbasiyah, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat
berat sekali sekaligus mulia.Dikatakan berat karena mengemban kepercayaan
(amanat) yang diberikan oleh masayarakat guna melaksanakan fungsi pendidikan. Pada
masa Abbasiyah klafikasi guru ada tiga
yaitu.
1. Guru-guru yang mengajar sekolah kanak-kanak (Mu’alim al Kuttab)
Para mu’alim kuttab ini mengajar pendidikan pada
sekolah yang tingkatan rendah, para guru ini masih memiliki kualitas kepandai
yang masih rendah tapi ada juga sebahagian diantara mereka yang ahli dibidang
Sastra, ahli Khat, dan Fuqoha.
2. Guru yang
mengajar para putera mahkota ( Muaddib)
Berbeda dengan Mu’alim kuttab menpunyai status
social yang tinggi, bahkan tidak sedikit para ulam yang mendapat kesempatan
menjadi Muaddib. Hal ini disebabkan Karen untuk menjadi Mu’addibdiperlukan
beberapa syarat, diantaranya adalah alaim, berakhlak mulia dan dikenal
masyarakat. Namun demikian ada juga beberapa ulam yang menolak untuk menjadi
Muaddib di istana raja,karena adanya alas an takut dengan kenikmatan dunia.
3. Guru-guru yang
memberikan pengajaran di masjid-masjid dan sekolah
Guru-guru di golongan ini telah beruntng mendapat
kehormatan dan pengargaan yang tinggi kerena disebabkan penguasaan mereka
terhadap ilmu pengetahuan yang mendalam dan berbobot. Di antara mereka ada yang
menjadi guru ilmu syariat, ilmu bahasa, ilmu pasti dan sebagainya[4]
C. Siswa Pada Masa Bani Abbasiyah
Siswa atau murid adalah anak yang sedang berguru
yang memperoleh pendidikan dasar. Di awal perkembangan pendidikan islam., para
penuntut ilmu tidak ada perbedaan. Umur murid yang belajar bervariasi.
Perbedaan tersebut disebabakan tiadak adanya ketentuan tentang umur seorang
murid. Para murid juga tidak semuanya harus membayar biaya pembelajaran, Murid-murid yang cerdas akan
dapat menyelesaikan pelajaran relatip lebih cepat, dan selanjutnya dapat
melanjudkan pembelajaran yang lebih tinggi lagi. Dan biasanya kelulusan seorang
murid adalah kemapuan mengahafal dan pemahaman terhadap Al-Qur’an.[5]
D. Kurikulum Pendidkan Islam Pada Masa Bani
Abbasiyah
Sejak periode awal kebngkitan pendidikan islam
pada masa abbasiyah, pendidikan islam memiliki potensi untuk mengembangkan
kurikulum yang beraneka ragam, yakni mencakup
seluruh area pengetahuan yang dikenal. Pada masa Abbasiyah ini, pakar
pendidkan islam menggunakan kata Al-Maddah untuk pengertian Kurikulum.
Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkain mata pelajaran
yang harus diberikan pada murid dalam tingkatan tertentu.
Pendidikan pada masa abbasiyah tidak ada kurikulum
yang khusus yang dapat diikuti masyarakat ummat islam. Di lembaga kuttab
biasanya diajarkan membaca dan menulis disamping mengajarkan Al-Qur’an. Kadang
juga diajarkan ilmu bahasa yakni, nahu dan arudh.
Kurikulum pada tingkatanya berpariasi tergantung
pada tingkat kebutuhan, karena sebuah kurikulum dibuat tidak akan pernah lepas
dari factor sosiologis, politis dan ekonomis yang melingkupinya.
Namun demikian ada perbedaan kurikulum antara
kuttab-kuttab yang di pergunakan bagi masyarakat umum dengan yang ada di
istana. Di istana, orang tu (para pembesar istana ) adalah yang membuat
perancanaan pelajaran tersebut sesuai dengan anaknya dan tujuanya yang
dikehendakinya. Biasanya rencana pembelajaran untuk pendidikan istana berupa
pidato, sejarah,takti perperanagn, cara bergaul dengan masyarakat disamping
pengatahuan pokok,seperti Al-Qur’an syair dan bahasa.[6]
E. Sistem Pengajaran Pada Masa Bani Abbasiyah
Sistem pengajaran
pada Abbasiayah ini dapat kita simpulkan
mengenai sisitem pendidikan nya yaitu ada empat :
a. Terbagi kepada dua, yaitu sistem
bersekolah dan sistem halaqah.
b. Murid-murid di peringkat sekolah rendah menggunakan alat tulis yang apa adanya yakni hanya terbuat dari kulit atau sebaginya
c. Bahan bacaan ialah Al-Quran, beberapa rangkap syair, dan bahan-bahan yang mudah serta kitab nahu dan sastera.
d. Peringkat menengah, peralatan pengajian lebih bagus yakni sudah adanya alat-alat tulis yang digunakan seperti kertas dan alat tulisnya[7]
b. Murid-murid di peringkat sekolah rendah menggunakan alat tulis yang apa adanya yakni hanya terbuat dari kulit atau sebaginya
c. Bahan bacaan ialah Al-Quran, beberapa rangkap syair, dan bahan-bahan yang mudah serta kitab nahu dan sastera.
d. Peringkat menengah, peralatan pengajian lebih bagus yakni sudah adanya alat-alat tulis yang digunakan seperti kertas dan alat tulisnya[7]
F. Gerakan Penerjemah
Pada awal penerjemah, naskah yang diterjemahkan
dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran.kemudian,naskah-naskah filsapat
karya Aristoteles dan plato jugu diterjemahkan .Dalam masa keemasan, karya yang
diterjemahkan kebanyakan tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran.Namun
karya-karya puisi, drama cerpen dan sejarah jarang diterjemahkan karena bidang
ini dianggap kurang bermanfaat dan dalam bahasa Arab sendiri.
Upaya besar-besaran untuk menerjemahkan
manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan Persia ke dalam
bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah.
Pelopor gerakan penerjemah pada awal pemerintahan
Daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansur yang juga membangun ibukota Baghdad.
Dia mempekerjakan orang- orang Persia yang baru masuk islam, seperti Nawbaht,
Ibrahim al-fazari, dan Ali Ibn Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa
Persia dalam bidang Astrologi ( ilmu perbintangan ) yang sangat berguna bagi
kafilah dagang baik melalui darat maupun laut.[8]
G. Bidang Bidang Ilmu Pengetahuan Yang
Berkembang
Banyak sekali bidang-bidang ilmu pengetahuan
yang merkembang pada masa bani Abbasiyah ini antara lain :
a. Filsafat
Proses penerjemahan yang dilakukan
umat Islam pada masa dinasti bani abbasiyah mengalami kemajuan cukup besar.
Para penerjemah tidak hanya menerjemahkan ilmu pengetahuan dan peradaban
bangsa-bangsa Yunani, Romawi, Persia, Syiuria tetapi juga mencoba
mentransfernya ke dalam bentuk pemikiran. Diantara tokoh yang member andil
dalam perkembangan ilmu dan filsafat Islam adalah: Al-Kindi, Abu Nasr
al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
b. Ilmu
Kalam
Menurut A. Hasimy lahirnya ilmu
kalam karena dua factor: pertama, untuk membela Islam dengan bersenjatakan
filsafat. Kedua, karena semua
masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal
dan ilmu. Diantara tokoh ilmu kalam yaitu: wasil bin Atha’, Baqilani, Asy’ary,
Ghazali, Sajastani dan lain-lain.
c. Ilmu
Kedokteran
Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang
mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah pada masa itu
telan didirikan apotek pertama di dunia, dan juga telah didirikan sekolah
farmasi. Tokoh-tokoh
Islam yang terkenal dalam dunia kedokteran antara lain Al-Razi dan Ibnu Sina.
d. Ilmu Kimia
Ilmu kimia juga termasuk salah satu ilmu
pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Dalam bidang ini mereka memperkenalkan
eksperimen obyektif. Hal ini merupakan suatu perbaikan yang tegas dari cara
spekulasi yang ragu-ragu dari Yunani. Mereka melakukan pemeriksaan dari
gejala-gejala dan mengumpulkan kenyataan-kenyataan untuk membuat hipotesa dan
untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar berdasarkan ilmu
pengetahuan diantara tokoh kimia yaitu: Jabir bin Hayyan.
e. Ilmu Hisab
Diantara ilmu yang dikembangkan pada masa
pemerintahan abbasiyah adalah ilmu hisab atau matematika. Ilmu ini berkembang
karena kebutuhand asar pemerintahan untuk menentukan waktu yang tepat. Dalam
setiap pembangunan semua sudut harus dihitung denga tepat, supaya tidak
terdapat kesalahan dalam pembangunan gedung-gedung dan sebagainya. Tokohnya
adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi.
f. Sejarah
Pada masa ini sejarah masih terfokus pada tokoh
atau peristiwa tertentu, misalnya sejarah hidup nabi Muhammad. Ilmuwan dalam
bidang ini adalah Muhammad bin Sa’ad, Muhammad bin Ishaq
g. Ilmu Bumi
Ahli ilmu bumi pertama adalah Hisyam al-Kalbi,
yang terkenal pada abad ke-9 M, khususnya dalam studynya mengenai bidang
kawasan arab.
h. Astronomi
Tokoh astronomi Islam pertama adalah Muhammad
al-fazani dan dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat yang pergunakan untuk
mempelajari ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Selain al-Fazani
banyak ahli astronomi yang bermunculan diantaranya adalah muhammad bin Musa
al-Khawarizmi al-Farghani al-Bathiani, al-biruni, Abdurrahman al-Sufi.[9]
Selain ilmu pengetahuan umum dinasti abbasiyah
juga memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan antara lain:
a. Ilmu Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah
imam bukhari, hasil karyanya yaitu kitab al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari. Imam
muslim hasil karyanya yaitukitab al-Jami’ al-shahih al-muslim, ibnu majjah, abu
daud, at-tirmidzi dan al-nasa’i.
b. Ilmu Tafsir
Terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir
dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Pertama, metode tafsir bil ma’tsur yaitu
metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara member penafsiran
al-Qur’an dengan hadits dan penjelasan para sahabat. Kedua, metode tafsir bi
al-ra’yi yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan akal lebih banyak dari
pada hadits. Diantara tokoh-tokoh mufassir adalah imam al-Thabary, al-sud’a
muqatil bin Sulaiman.
c. Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih para fuqaha’ yang ada pada masa
bani abbasiyah mampu menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini
misalnya, imam Abu Hanifah menyusun kitab musnad al-Imam al-a’dzam atau fiqih
al-akbar, imam malik menyusun kitab al-muwatha’, imam syafi’I menyusun kitab
al-Umm dan fiqih al-akbar fi al tauhid, imam ibnu hambal menyusun kitab al
musnad ahmad bin hambal.
d. Ilmu Tasawuf
Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi
menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat islam, sehingga banyak diantara
para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf. Tokoh
sufi yang terkenal yaitu Imam al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf
adalah ihya ulum al-din.[10]
KESIMPULAN
Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam tidak dikenal
adanya diskriminasi antara pendidikan agama dengan umum. Pendidikan
terintegrasi menjadi satu kesatuan, sebagai sebuah khazanah ilmu yang
keseluruhan cabang ilmu itu berpayungkan Islam sebagi ajaran universal.
Spirit kemajuan yang dicapai pada masa Abbasiyah perlu menjadi teladan
sekaligus menjadi jawaban terhadap tantangan kemajuan ilmu dan teknologi yang
tidak menghiraukan nilai-nilai etika dan moralitas.
Daulah Abbasiyah dan dengan segala kemajuannya telah melukiskan dalam
sejarah bahwa Islam sebagai ajaran yang tidak semata-mata normatif, tetapi juga
memuat pedoman dan inspirasi agar manusia menggali kekayaan alam untuk
kemaslahatan kemanusiaan. Selayaknya generasi berguru dan berguru, belajar dan
belajar, dan tentu berkarya dengan penuh kreativitas membongkar alam ciptaan
Tuhan ini untuk ¹kebaikan
bersama.
DAFTAR PUSTAKA
- Murodi,dkk, Sejarah Kebubayaan Islam, PT Karya Toha
Putra, Semarang,
2003,
- Abudin Nata, Sejarah Pemdidikan Islam Pada Pperiode
Klasik dan Pertengahan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,
- Joesoef Souyb, Sejarah Daulah Abbasiyah I, Mutiara
offset, Jakarta,
1987, h.70
- Saiful Hadi, Seri Ilmuan Muslim Pengukir Sejarah,
Ciptamedia Binanusa, Jakarta
-
http://prodibpi.wordpress.com
[1] http://prodibpi.wordpress.com
[2]
Murodi,dkk, Sejarah Kebubayaan Islam, PT Karya Toha Putra, Semarang, 2003, h.68
[3] Ibid,
Murodi, h.69
[4] Abudin
Nata, Sejarah Pemdidikan Islam Pada Pperiode Klasik dan Pertengahan, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta,
2004, h.141
[5] Ibid,
Abuddin, h. 129
[6] Ibid
Abuddin, h.113
[7] http://blog.uin-malang.ac.id
[8] Joesoef
Souyb, Sejarah Daulah Abbasiyah I, Mutiara offset, Jakarta, 1987, h.70
[9] Saiful
Hadi, Seri Ilmuan Muslim Pengukir Sejarah, Ciptamedia Binanusa, Jakarta, h.85-160
[10] http://mbegedut.blogspot.com
Blog ini bermanfaat sekali , Thanks gan !!
BalasHapusbisnistiket.co.id